APRESIASI TEATER TRADISIONAL

 

APRESIASI TEATER TRADISIONAL

 

AUTHOR  : NENO SUHARTINI

EDITOR    : M. HILMAN SULAEMAN

 

Indonesia kaya akan seni dan budaya tradisional, salah satu jenisnya adalah seni teater. Kekayaan seni teater tradisional dapat dihargai dengan adanya apresiasi terhadap karya tersebut. Apresiasi terhadap seni teater tradisonal dimulai dengan adanya pemahaman terhadap perkembangan teater tradisional nusantara. Seni teater tradisional nusantara banyak sekali ragamnya. Setiap daerah memiliki kekhasan yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut dipengaruhi adanya perbedaan budaya dan latar geografis.

Klasifikasi Teater Tradisional

1.     Teater rakyat

Teater rakyat memiliki sifat improvisasi, sederhana, spontan dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contoh teater rakyat Ubrug dari jawa barat, Randai dari Sumatra Barat. Pada pertunjukannya teater tersebut sangat komunikatif dengan penonton yang hadir.

2.     Teater klasik, teater ini sudah cenderung mapan, sudah teratur, pelaku sudah cukup terlatih dan lahir dari patron istana atau kerajaan. Contoh Wayang Kulit, Wayang Wong.

3.     Teater transisi

Teater transisi merupakan teater yang bersumber  dari teater tradsisional tetapi pada gaya penyajjiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Contoh Komedi Stambul, Sandiwara Dardanela

Teater Tradisional yang Berkembang di Indonesia

Teater tradisional Indonesia beraneka ragam, ada yang berkaitan dengan kebudayaan Hindu maupun yang sama sekali tidak terpengaruh oleh kebudayaan Hindu. Hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki bentuk teater tradisional. Di Jawa dan beberapa daerah lain teater digarap secara sungguh-sungguh oleh ahlinya dan dijadikan pertunjukan bagi kaum bangsawan atau juga diperuntukkan bagi rakyat. Perkembangan teater tradisional berkembang seiring perkembangan zaman. Berikut beberapa contoh teater tradisi

 

 

NO

TEATER

DAERAH

1

LONGSER

Jawa Barat

2

Ubrug

Jawa Barat

3

Wayang Golek

Jawa Barat

4

Masres

Jawa Barat

5

Topeng Banjet

Jawa Barat

6

Reog

Jawa Barat

7

Calung

Jawa Barat

8

Topeng Cirebon

Jawa Barat

9

Tarling

Jawa Barat

10

Uyeg

Jawa Barat

11

Ogel

Jawa Barat

12

Lenong

DKI

13

Topeng Betawi

DKI

14

Ketoprak

Jawa Tengah/ Yogyakarta

15

Wayang Kulit

Jawa Tengah/ Yogyakarta

16

Wayang Wong

Jawa Tengah/ Yogyakarta

17

Langendriyan

Jawa Tengah/ Yogyakarta

18

Dalang Jemblung

Jawa Tengah/ Yogyakarta

19

Ludruk

Jawa Timur

20

Reog Ponorogo

Jawa Timur

21

Gambuh

Bali

22

Arja

Bali

23

Kecak

Bali

24

Barong

Bali

25

Amak Abir

NTT/NTB

26

Randai

Sumatra Barat

27

Dulmuluk

Sumatra Selatan

28

Makyong

Riau

29

Mendu

Riau

30

Sinrili

Sulawesi Selatan

31

Kondobuleng

Sulawesi Selatan

32

Mamanda

Kalimantan

33

Tatayangan

Kalimantan

 

 

 

 

 

 

Keunikan Teater Tradisional

 



Gambar: pertunjukan Wayang Orang dari Yogyakarta, salah satu contoh teater tradisional, ceritanya diangkat dari kisah Mahabarata dan Ramayana

 

Unsur estetis sebuah pertunjukan teater merupakan keindahan yang bermanfaat yaitu keindahan moral, keindahan sosial, keindahan akal, dan keindahan alami. Untuk dapat menemukan unsur-unsur estetik pertunjukan teater tradisional di suatu daerah perlu mengadakan pengamatan terhadap pertunjukan-pertunjukan teater tersebut. Nilai estetis teater tradisional dapat dilihat atau ditemukan pada bentuk penyajiannya, irama musik, gerak fisik, cara penyajian. Apresiasi terhadap teater tradisional dapat di mulai dengan menemukan keunkan teater maupun latar atau setting teater tersebut.

Adapun beberapa hal keunikan yang menjadi ciri khas teater tradisi antara lain:

1.     Bahasa yakni penggunaan bahasa daerah sesuai dengan keberadaannya. Ciri yang paling menonjol dari taeter tradisi adalah adanya penggunaan bahasa daerah. Misalnya Ketoprak saat penyajiannya menggunakan bahasa jawa.

2.     Cerita biasanya berlatar legenda, sejarah, atau cerita rakyat yang berhubungan dengan daerah teater tersebut tumbuh. Atau bisa juga cerita kekinian yang diadaptasi ke dalam cerita berlatar daerah. Biasanya cerita dihafal karena sifatnya turun temurun. Misalnya cerita legenda Sangkuriang dari daerah Jawa Barat.

3.     Naskah, teater tradisional tidak menggunakan naskah atau tertulis layaknya teater masa kini. Naskah biasanya dalam bentuk cerita yang turun temurun.

4.     Dalang atau pimpinan rombongan yang dominan sekaligus memimpin pertunjukan. Seorang dalang mengatur semua hal yang berhubungan dengan pementasan seperti mengatur jalan cerita, penokohan, dll

5.     Bentuk penyajian, bentuk penyajian teater tradisi biasanya dipentaskan pada malam hari di tempat yang terbuka kadang menggunakan panggung bahkan seringkali tanpa panggung. Disajikan dengan penuh komunikatif sehingga memungkinkan adanya interaksi yang dekat antara pemain dengan penonton. Karena sifatnya yang komunikatif sehingga bentuk penyajiannya lebih sering berbentuk lingkaran atau setengah lingkaran dengan jarak antara pemain dengan penonton yang sangat dekat bahkan sering terjadi dialog yang seru dengan penonton sehingga terkesan tanpa batas. Bentuk pertunjukan semacam ini dapat ditemui pada pertunjukan Randai, Topeng Banjet, Longser, Lenong.

6.     Cara penyajian, teater tradisi lebih sering di pentaskan pada malam hari dengan durasi semalam suntuk, oleh karena panjangnya waktu penyajian maka pertunjukan di bagi dalam beberapa bagian yakni

a.      bagian awal: berupa tatalu yang berfungsi untuk mengundang penonton agar segera merapat ke pentas sebagai penanda bahwa pertunjukan akan segera di mulai. Bisanya di tandai dengan musik yang keras dan berirama cepat jika musiknya berupa gamelan biasanya menggunakan musik tatalu.

b.     Bagian cerita : cerita berlangsung dari awal hingga akhir, dari mulai permulaan hingga konflik yang biasanya ditandai dengan babak peperangan hingga akhirnya sampai pada ending atau akhir cerita

c.      Bagian lawakan: biasanya adegannya di lakukan pada tengah malam sebagai selingan agar penonton tidak mengantuk. Contoh dalam pertunjukan Wayang Golek ada tokoh Cepot yang lucu dan menghibur sehingga suasana menjadi gempita.

d.     Bagian penutup, pada bagian ini cerita sudah mulai melandai dan konflik pun sudah terlewati. Biasanya pada jelang waktu subuh ditutup dengan ditandai musik yang bergemuruh mirip dengan musik pembukaan.

7.     Latar atau setting, setting tempat dan waktu kejadian suatu peristiwa yang ada dalam cerita atau naskah dan peristiwa tersebut berusaha di visualisasikan ke atas pentas, ada yang menggambarkannya menggunakan dekorasi ada juga dengan backdrop. Selain itu juga berhubungan dengan penataan lampu, alat musik dan dekorasi. Pada pertunjukan Ketoprak, Masres atau Ludruk seringkali latar panggung dibuat backdrop yg dilukis sesuai dengan tempat kejadian misalnya kraton, hutan, sungai dll. Untuk mengganti backdrop biasanya dipasang layar gulung, sehingga jika hendak mengganti atau merubah latar maka layar akan digulung.

8.     Unsur gerak atau tari, teater tradisi dalam setiap pertunjukannya selalu ada unsur gerak atau tarian di dalamnya. Ada yang menggunakan tarian sebagai pembukaan pertunjukan teater seperti teater Ludruk dibuka dengan pertunjukan tari Ngremo, Wayang Orang di buka dengan Tari Srimpi, Longser dibuka dengan Tari Ketuk Tilu. Selain pada bagian pembukaan gerak juga diperagakan pada bagian-bagian tertentu seperti gerak silat diperagakan saat adegan peperangan.

9.     Unsur musik atau iringan musik, musik untuk mengiringi pertunjukan teater tradisional menggunakan instrument tradsional. Seperti gamelan, Talempong, angklung. Pada perkembangan kekinian ada juga yang memadupadankan antara musik tradisional dengan musik modern seperti organ dan gitar. Contoh gamelan digunakan untuk mengiringi pertunjukan teater Wayang Golek, Wayang orang, Wayang Kulit.

10.  Panggung atau pentas, cenderung menggunakan pentas outdoor atau ruang terbuka seperti lapangan, banjar, pendopo atau halaman rumah karena teater tradisi sifatnya komunikatif dan terbuka dan berfungsi untuk hiburan rakyat. Jika di kraton pertunjukan teater tradisi diadakan di ruang pendopo.

11.  Rias busana, busana menggunakan kostum daerah setempat serta menyesuaikan penokohan dari cerita yang dibawakan. Demikian juga dengan riasnya menyesuaikan cerita dan kental dengan ciri kedaerahan.

12.  Penerangan, sebelum ada listrik penerangan saat pertunjukan teater  menggunakan obor atau oncor bahkan seringkali mengandalkan cahaya bulan. Obor adalah sejenis lampu yang terbuat dari batang bambu dipotong dengan ukuran tertentu lalu di isi dengan minyak tanah dan di pasang sumbu pada bagian atas. Namun kini pertunjukan teater tradisi sudah menggunakan lighting untuk penerangannya.

13.  Unsur lawakan, sebuah pertunjukan teater tradisi tidak akan lepas dari adanya babak lawakan. Pada bagian tertentu seperti peralihan dari babak satu ke babak lainnya terdapat selingan berupa adegan lawakan yang bersifat humor. Lawakan dalam teater tradisional berfungsi untuk berkomunikasi dengan penonton agar penonton tidak jenuh dan tidak mengantuk. Apalagi pertunjukan teater tradisi biasanya di selenggarakan pada malam hari dari selepas isya hingga berakhir jelang waktu subuh.

14.  Improvisasi, karena teater tradisi tidak menggunakan naskah maka para pemain banyak yang improvisasi saat melakukan adegan. Biasanya pemain hanya diberikan rambu-rambu dasar tokoh dan karakternya saja oleh dalang atau pemimpin rombongan lalu para pemain mengembangkan adegannya. Hal tersebut mengingat cerita yang dibawakan dalam teater tradisional diambil dari kisah legenda atau cerita rakyat daerah setempat yang bersifat turun temurun. Sehingga para pemain sudah memahami betul jalan ceritanya.

15.  Komunikatif, teater tradisional ceritanya berangkat dari cerita rakyat, hidup dalam masyarakat dan biasanya dipentaskan dalam pesta-pesta rakyat seperti pesta panen, hiburan khitanan, peringatan hari lahirnya suatu daerah yang semuanya berfungsi sebagai hiburan oleh sebab itu dalam penyajiannya teater rakyat bersifat komunikatif. Penonton terlibat aktif dan menyatu dalam pertunjukan. Senggakan dan celotehan dengan bahasa daerah atau dialog-dialog saling bersahutan antara pemain dengan penonton menjadi hal yang lazim. Kesan komunikatif inilah yang membuat teater tradisional lebih mudah diterima masyarakat.

16.  Sesajen, jaman dulu teater tradisonal selain berfungsi untuk hiburan juga erat hubungannya dengan proses ritual seperti upacara potong rambut, potong gigi, sedekah bumi, ruwatan bumi dll oleh sebab itu pada setiap pertunjukannya ada sesaji yang disiapkan. Namun seiring perkembangan jaman sesaji sudah tidak dilakukan, kini lebih pada proses pertunjukan dan pelestarian saja.

17.  Nilai moral, teater tradisional dalam penyajian maupun ceritanya mengandung nilai-nilai kebaikan yang diajarkan melalui dialog-dialog yang diperankan oleh pemain. Pada jaman dulu, Melalui pertunjukan teater tradisional seringkali diselipkan nilai-nilai kepahlawanan, cinta kasih, nasionalisme, sopan santun dan ajaran-ajaran kebaikan lainnya.

Pesan Moral Pertunjukan Teater Tradisional

1.     Nilai moral

Nilai moral yakni yang berhubungan dengan nilai budi pekerti, etika dan susila. Pertunjukan Teater tradisi pada setiap pagelarannya mengandung nilai moral dalam setiap cerita yang dibawakan. Teater tradisi tidak saja menjadi tontonan atau sarana hiburan yang menarik namun juga mengandung unsur tuntunan atau ajaran kebaikan. Dengan demikian diharapkan jika setelah menonton pertunjukan teater, penonton  dapat mengambil nilai kebaikan yang terdapat dalam cerita sehingga diharapkan dapat membentuk perilaku penonton kearah kebaikan. Contoh: pertunjukan teater yang terinspirasi pada lakon Ludruk dengan judul FAJAR SIDIK karya Emil Sanosa memiliki cerita berlatar perjuangan dan pesantren, setelah menonton pertunjukan teater ini diharapkan penonton dapat memetik hikmahnya akan nilai-nilai perjuangan,  cinta tanah air dan menjauhi sikap berkhianat.



2.     Nilai budaya

Suatu pertunjukan teater tradisi juga memiliki nilai budaya yang hidup dalam masyarakat dan tercermin pada setiap cerita yang dipentaskan. Penonton dapat melihat nilai budaya suatu masyarakat dari teater yang dipentaskan. Dalam setiap pertunjukan teater tradisi terdapat nilai-nilai keraifan lokal yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat setempat. Untuk dapat mengetahui nilai-nilai budaya yang ada maka hal tersebut dapat diperoleh jika penonton hadir dan melihat dari awal hingga akhir pertunjukan. Contoh: adegan cium tangan para santri kepada Kyai di sebuah pesantren, pada adegan tersebut terdapat nilai budaya di mana seorang murid menghormati guru atau orang yang lebih tua.

3.     Nilai sosial

Suatu karya teater sangat erat hubungannya dengan sosial budaya yang tersurat dalam naskah lakon yang dibawakan. Misalnya sikap gotong royong yang sering diperlihatkan dalam pertunjukan teater misalnya Ketoprak, Longser, Lenong di mana dalam cerita yang dibawakan diselipkan ajakan gotong rotong bahkan pada kegiatan pra pertunjukan sikap gotong royong pun sudah diperlihatkan sejak awal misalnya saat membuat panggung, membuat tobong atau menyiapkan tempat pertunjukan masyarakat setempat turut membantu bahkan hingga usai pertunjukan masyarakat juga giat membantu membongkar dan membersihkan tempat pertunjukan. tentu masih banyak nilai-nilai sosial lainnya yang bisa dipetik dari kisah yang dibawakan.

Contoh pertunjukan teater yang dibawakan saat resital teater untuk pengambilan nilai seni di MAN 2 Kota Bogor, terlihat gambar teater yang terinspirasi dari pertunjukan Longser. Membawakan cerita tentang sistem ijon yang sering terjadi dalam masyarakat nelayan di pesisir, lalu masyarakat bergotong royong membuat senacam koprasi untuk menghadang sistem ijon tersebut.



4.     Nilai pendidikan

Dalam setiap pertunjukannya teater juga syarat dengan niali-nilai pendidikan, oleh sebab itu teater sangat cocok untuk dijadikan pilihan dalam pembelajaran seni budaya. Setiap naskah yang dibawakan didalamnya terdapat nilai sastra atau kebaikan seperti nilai kewarganegaraan, nasionalisme, kebangsaan dan kemasyarakatan. pertunjukan teater yang diselenggarakan di sekolah sangat cocok ditonton oleh para siswa  di mana pada usia belajar para siswa sedang dalam proses mencari jati diri sehingga diharapkan setelah menonton pertunjukan para siswa dapat memetik pesan-pesan yang terkandung dalam cerita yang ditontonnya.

 

5.     Nilai kemanusiaan/humanisme

Manusia dan kemanusiaan menjadi problematik sentral dalam kerja seni teater. Perlu diketahui jika seni teater merupakan seni kolektif di mana dalam proses penggarapannya seni taeter didukung oleh berbagai pihak yang bekerja bersama-sama mewujudkan proses pertunjukan. Seperti sutradara, penulis naskah, pemain, artistik dan kerabat produksi lainnya. Tanpa hubungan dan kerja sama yang baik maka pertunjukan tidak akan terlaksana dengan baik. Sejak proses awal penggarapannya seni teater sudah didukung oleh orang-orang yang bekerja baik diatas panggung maupun di belakang layar. Belum lagi materi teater dalam pertunjukannya  ceritanya mengandung nilai-nilai kemanusiaan atau humanisme baik itu cerita fiksi maupun kisah nyata, cerita teater diolah sedemikian rupa dengan menyisipkan nilai-nilai kemanusiaan. Di tambah pula penghayatan para pemain yang begitu total seolah-olah terjadi dalam kehidupan nyata membuat para penikmat teater lebih mudah menangkap cerita dengan baik.

Contoh pertunjukan wayang dengan latar belakang cerita Mahabarata maupun Ramayana, ceritanya sarat dengan nilai-nilai kebaikan. Dalam epos Mahabarat tersebut di gambarkan dengan nyata oleh para tokoh pandawa yang menjadi simbol kebaikan dan tokoh kurawa yang digambarkan sebagai simbol kejahatan. Baik epos Mahabarata maupun Ramayana keduanya dilatarbelakangi perang terhadap angkara murka, keserakahan, ketamakan , kezdaliman dan ketidakadilan. Di gambarkan pada cerita tersebut kebaikan dan kebenaran akan menang melawan keangkaramurkaan.

6.     Nilai estetis atau keindahan

Karya teater merupakan salah satu karya sastra yang di alih wahanakan menjadi  karya sastra pertunjukan. Kisah yang diadaptasi dari sebuah karya sastra ini mengandung nilai estetis yang bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan penonton pada khususnya. Estetika atau keindahan memiliki arti cakupan yang luas seperti keindahan moral, keindahan sosial, keidahan budaya, keindahan budi pekerti dll. Bagi orang yang menyaksikan pertunjukan teater apalagi tradisi akan dapat menikmati keindahan yang ada didalamnya dan akhirnya mendapat kepuasaan batin juga dapat mengambil hikmah dari setiap adegan yang dibawakan. Seni teater merupakan tempat bertemunya berbagai cabang seni seperti seni musik, seni tari, seni rupa, seni multimedia, seni peran, tata tehnik pentas, dll. Perpaduan seni tersebut membawa keindahan yang menarik dan menjadikan kepuasan batin. Untuk bisa mengungkapkan nilai estetis pada karya seni teater, oleh sebab itu hendaklah menyaksikan pertunjukan dengan penuh apresiatif. Dengan proses apresiasi penonton dapat menikmati dan merasakan keindahan yang ada bahkan dapat pula mengungkapkan dan berbagi rasa keindahan tersebut dengan orang lain melalui forum diskusi atau membuat reportase pada media tertentu.





 

Komentar

Postingan Populer